Day #18 Catatan Perjalanan SAFITRI (bagian 1)
![]() |
doc. pribadi |
Safitri (Safari Idul Fitri) tahun ini Alhamdulillah membahagiakan. Baik bagi guru maupun siswa peserta safar silaturahim ini. Mau saya beberkan ilmu apa saja yang saya dapat? Yah, kalau tidak mau pun saya tetap akan mencatatkannya. Paling tidak untuk diri saya sendiri.
--
Pelajaran 1
Bahwa hidayah itu hanya dari Allah semata.
Benar. Hidayah itu hanya dari Allah semata. Pun hidayah itu tidak selalu pasti wujud dan bentuknya. Seperti yang saya dapatkan dari kunjungan saya yang pertama dari rute safar pagi itu. Entah angin segar dari mana saya menemukan sosok guru yang saya kenal dengan pikiran liberalnya membeberkan rentetan petuah yang membuka mata dan pikiran saya mengenai Islam yang saya yakini. Entah sejak kapan syair-syair itu berubah jadi syiar-syiar ayat yang terpatah-patah beliau sampaikan. Sama-sama belajar. Obrolan-obrolan yang rikuh pada awalnya, mengalir perlahan menuju muara yang jernih.
Di sana saya kembali diingatkan, bahwa semua yang ada pada diri kita hanya titipan Allah. Termasuk ilmu yang kami punyai, baju yang kami kenakan, benda-benda yang kami fungsikan di sekitar kami, semuanya akan dipertanggungjawabkan.
Banyak. Saya belajar banyak. Banyak kisah, cerita, fakta, yang awalnya kami belum pernah mendengarnya. Belum pernah mendengarnya langsung dari beliau.
Kisah satu:
Alkisah, hidup seorang Pengusaha Kaya Raya di daratan Eropa sana. Si Pengusaha yang memang sudah sekarat hidupnya mewasiatkan akan memberikan separuh harta kekayaannya kepada siapa saja yang mau menunggui kuburnya selama 40 hari. Di salam kuburannya. Bersamanya. Sanak keluarga si Pengusaha merasa bahwa orang ini pasti gila. Dan benar, tidak satu pun sanak saudara beliau tertarik dengan wasiat tersebut. Sampai akhirnya dibuatlah sayembara.
Di lain tempat yang tak jauh letaknya dari tempat si Pengusaha tinggal, seorang istri Tukang Kayu mendengar kabar sayembara tersebut. Berkatalah ia kepada suaminya untuk mendaftarkan diri dalam sayembara tersebut. Tujuan mereka tidak lain dan tidak bukan harta kekayaan si Pengusaha.
Berangkatlah si Tukang Kayu ke kediaman si Pengusaha. Setelah benar Pengusaha itu mati, dikuburkanlah. Datang si Tukang Kayu pada hari pemakamannya. Baru tujuh langkah jauhnya pelayat yang terakhir melangkahkan kaki keluar area pemakaman itu, si Tukang Kayu melihat dua sosok mendekat. Tidak mendekati mayat yang ada di hadapannya, salah satu dari dua sosok itu bertanya pada Tukang Kayu.
"Kamu siapa?"
"Saya Tukang Kayu."
"Apa pekerjaan kamu?"
"Saya menebang pohon di hutan"
"Menebang dengan apa?"
"Dengan kapak."
"Kapak siapa?"
"Kapak saya."
(kira-kira seperti itu pertanyaannya)
Di setiap hari, satu dari dua sosok itu pasti mendekati si Tukang Kayu dan mengajukan satu pertanyaan yang berbeda dari satu hari ke hari lainnya. Baru sampai 29 hari, si Tukang Kayu menyerah dan kembali pada istrinya. Sang istri heran dan menyuruhnya kembali agar warisan itu tidak hangus sia-sia. Tapi si Tukang Kayu menggeleng seraya berkata,
"Saya, hanya punya kapak saja ditanyai macam-macam. Kamu bayangkan jika lebih banyak hal yang saya punya, berapa besar tanggung jawab saya atasnya?"
Tidak perlu diartikan. Terka saja sendiri apa makna dibalik kisah tersebut. Kurang lebih begitu yang disampaikan guru kami.
Ah, sangat banyak.
Comments
Post a Comment