Day #6 Hiatus

Actually it's been day 12 Ramadhan. But this is day #6 of the writing challenge.
--

Apa yang saya lakukan selama hiatus sampai lebih dari seminggu ini?
A lot of things I said.

Maafkan karena challenge -nya jadi sedikit terbengkalai. Maafkan kalau banyak terbengkalai. Jadi, mari kita lanjutkan sebenarnya ada apa di balik hiatus saya.
--
doc. pribadi 

Bersyukurlah karena kita masih diberi kesempatan untuk bisa belajar. Bisa sekolah. Dengan mudah dan terpenuhi segala sarana. Bersyukur kalau orang tua kita masih doyan memberi bejibun wejangan tentang rajin sekolah, rajin ibadah. Bersyukur kalau orang tua masih marah saat kita malas-malasan sekolah. Bersyukur kalau orang tua enggak bosan-bosannya ngoyak-oyak kita buat tetap berangkat sekolah. Karena tidak semua anak bisa merasakan romantisme orang tua yang sedemikian rupa.

Sebut saja anak-anak SD N Badran. Nah. Di sanalah saya menghabiskan separuh dari masa hiatus saya beberapa hari yang lalu. Biasa. Pesantren kilat.

Hari itu, sebagai seorang trainer, saya dijanjikan lima puluh orang peserta. Tapi pada akhirnya hanya setengah dari peserta yang dijanjikan saja yang bisa hadir. Atas janji yang tidak terpenuhi itulah seorang guru dari sekolah itu membeberkan curahan hatinya kepada saya dan seorang teman saya.

"Murid-murid di sini itu memang agak susah, mbak kalau diminta untuk datang. Bahkan untuk hari biasa saja, dalam seminggu presensi hadir bisa full paling banter dua kali. Selain itu biasanya yang absen hampir 75% dari murid sekelas."


"Kok bisa, Bu? Alasannya apa?"


"Macam-macam, Mbak. Ada yang memang malas sekolah, ada yang malah main, sakit, ada yang tidak dibolehkan orangtuanya, di suruh menjaga neneknya, disuruh membantu jualan, macam-macam. Masalahnya orang tua mereka sendiri belum sadar akan arti penting pendidikan. Makanya bahkan sampai ada yang melarang sekolah. Padahal sekolah di sini juga gratis, pakai dana BOS."

Nah lho.

Seketika saya bersyukur saya terlahir dari orang tua yang berpendidikan dan mengerti apa arti penting pendidikan. Tidak seperti adik-adik saya di sekolah dasar itu yang bahkan sekolah gratis pun masih juga ada yang tidak dibolehkan hadir.

Selama mengisi di pesantren kilat SD N Badran, saya sadar bahwa peran orang tua sangat besar dalam pendidikan seorang anak. Pendidikan karakter, spiritual, sampai intelektual. Semuanya bergantung pada bagaimana orang tuanya mengajarkan. That parenting things is just so much complicated. 

Mereka anak-anak yang cerdas sebenarnya, ada yang ganteng juga, bahkan ada yang hafal Al-Baqarah! MasyaaAllah. Sebenarnya itu agak diluar ekpektasi saya sebagai seorang trainer. Saya tidak menyangka bisa menemukan banyak berlian yang baru di asah di dalam sekolah itu. Dua hari yang singkat, yet so awesome.

Poin yang dapat saya ambil dalam pesantren kilat yang super kilat hari itu adalah pandai-pandailah bersyukur. We're just so lucky from one another. Sangat beruntung. Awalnya saya merasa agak berat, tapi setelah melihat wajah adik-adik yang bahkan lelah sekalipun tidak berhenti tertawa (seriously) bagaimana saya tega untuk tidak tersenyum dan ikut bahagia?

Mereka itu permata Indonesia. Permata umat. Berlian yang tengah diasah. Tonggak dari perjuangan selanjutnya. See you on top, my diamond dear!

doc.pribadi | (dari kiri: Swastiana, Upik, Jihan, Afi, Nisa, Saya paling belakang)

Comments

Popular posts from this blog

70 Tahun

Pewean

Apakah kamu baik-baik saja?