Menulis adalah Sebuah Penyembuhan
"Kalau kamu nggak berharap lebih. Ya kamu nggak akan kecewa. Jadi, kenapa kamu harua berharap lebih? Bermimpi muluk. Berencana tinggi? But in fact you are even unable to keep up with those troubles? Udahlah Ir. Nggak usah muluk. Realistis aja. Jalanin aja sesederhana itu. Nggak usah sok dimaknain gimana gimana. Toh hidup itu nyatanya sederhana saja. Yang membuat jadi gimana gimana itu karena tafsirannya.
Lakuin aja apa yang kamu bisa. Toh semaksimalnya kamu ngelakuin, nggak ada juga yang tertarik sama cerita kamu. Lakuin aja. Tapi nggak usah berharap bakal dihargai atau diapresiasi. Please Ir. Nggak perlu. Dan kamu sendiri juga tahu kalau nggak akan ada yang mengapresiasi. Jadi, just keep your good work. In silence.
Meskipun aku tahu sebenarnya. Deep down in your heart. You really wanted to... be picked by someone. Somebody. That you don't need to make extra effort to tell them that you are doing good. Tapi, Ir, tentu aja nggak ada yang akan mengapresiasi kamu because it simply you are not good enough :) See? You are no good. So please."
Kadang-kadang, suara-suara itu muncul entah dari mana. Kadang dia benar, tapi kadang dia ingin kupercayai salah. Saya cukup tahu kalau berbicara jelek mengenai diri sendiri itu nggak bagus buat kesehatan. Bikin capek. Bikin kesel. Bikin riweuh. Kadang-kadang bahkan bikin demotivasi. Rasanya... seperti nggak guna.
Tapi, semuanya juga bakalan hilang kok. Selama saya menuliskannya. Kadang saya berpikir, mungkin suara ribut di dalam kepala saya itu hanya ide-ide yang bermunculan dan minta diapresiasi untuk dituangkan dalam bentuk tulisan atau lukisan. Iya. Mereka cuma butuh diapresiasi. Karena mustahil meminta apresiasi dari orang lain, jadi, saya sendiri lah yang berkewajiban untuk mengapresiasinya. Anggap saja sebagai rasa syukur atas anugerah akal yang dapat bekerja sedemikian rumitnya.
Beruntung ada platform blog. Platform yang memenuhi kebtuhan saya untuk sok eksis dengan cara unjuk publik, tapi juga memperhatikan privasi saya, karena kalau nggak di-publish alamat blognya juga nggak akan ada yang baca. (Ketawa dulu. Pfft.). Ada sih kalanya ingin dibaca dan dimengerti. Tapi, seperti ocehan pikiran busuk saya di awal, lebih baik tidak usah berharap. Tsaah. Jadi, saya kira saya cukup dewasa untuk berhenti menghiraukan hal itu dan berfokus pada upaya penyembuhan saya sebagai terapi kepanikan akibat ide yang menumpuk terlalu banyak. Sehingga mulai sekarang, akan ada label baru pada postingan blog saya. Yep. Alter-ego nirfaedah.
Kenapa perlu banget?
Dari dulu, saya selalu merasa lebih baik dengan cara menumpahkan isi pikiran saya melalui kata ataupun goresan. Dari pada banting pintu kunci kamar? Ya nggak? Ya. Alasannya sederhana, sih. I can trust nobody. While I can't let my relatives know me sobbing. Cailah. Segitunya. Iya. Karena sudah trauma ditinggal pergi dan dikhianati (Apa sih.) sehingga akhirnya saya terbiasa. Sejauh ini, menumpahkan ide saya dalam bentuk tulisan adalah hal yang paling baik. Ya karena, bayangin aja nih ya, kalau kamu punya uneg-uneg dan kamu ceritakan ke teman kamu, atau relasi kamu, atau keluarga kamu, hampir nggak mungkin mereka nggak membuat prejudice dalam kepala mereka. Dan sangat mungkin mereka juga kadang jenuh eneg, dan nggak tertarik dengan cerita kita. (Iya, kitanya diganti saya). Mereka, nggak akan tertarik dengan cerita kita, Jadi, buat apa mengambil waktu mereka yang berharga itu?
Lebih lagi, dengan kamu cerita (Iya, kamunya diganti saya), kamu pasti secara tidak langsung namun otomatis akan mengharapkan tanggapan dari doi yang kamu ajak cerita. Dan mengharapkan sesuatu yang fana itu selalu berakhir menyakitkan, bossquee. Itulah sebabnya mengapa kita cuma boleh mengharap sama Dzat yang Maha Maha, One and only.
So then, I've learn to cope those problem alone. Dengan cara saya menumpahkannya dalam bentuk tulisan dan di pos di laman blog, hal ini memungkinkan cerita saya untuk bisa dibaca dan diambil hikmahnya oleh siapa saja. Dan yang terpenting, tentu saja yang tahu dan sanggup membacanya adalah orang yang benar-benar berniat dan tertarik dengan cerita saya. Sehingga saya, nggak perlu lah memikirkan rasa nggak enak karena mengambil waktu orang lain dan atau ditolak orang lain apalagi diphp-in orang lain. Ya karena... orang yang paham kamu, nggak perlu penjelasan kamu, karena memang dasarnya sudah kenal kamu. Sedangkan orang yang nggak kenal kamu, juga nggak perlu penjelasan kamu. Karena buat mereka, nggak ada urusannya.
So hey, my alter-ego, here, I write it down as an appreciation for you. And yet, my kind of self healing. I love you, and hopefully, you'll love me back. So then, please, be nice to me. Let's living our life happily :)
![]() |
Doc. taken from here |
Comments
Post a Comment