Mencintai? [original version]
Mencintai itu menurut Abraham Maslow adalah menciptakan kesenangan, kegembiraan, keceriaan, perasaan sejahtera dan kenikmatan. Tapi beda lagi menurut Erich Fromm. Bagi Fromm, cinta mencakup tanggung jawab, perhatian, rasa hormat dan pengetahuan, serta hasrat agar sahabat kita tumbuh dan berkembang. Aduhai, berat benar penjabaran, Fromm, cinta meminta, memaksa, menuntut banyak dari seorang insan. Lantas mencintai yang seperti apa.
Mencintai tidak pernah mudah. Tidak pernah. Meskipun tidak selalu rumit. Terkadang bisa jadi ia sangat sederhana. Akan tetapi mencintai dan dicintai tidak pernah mudah. Ketika kau mencintai kau akan dituntut untuk menjaga perasaan cintamu agar terus berkobar tak padam meski waktu berganti sedangkan sebagai gantinya ketika kau dicintai kau akan dituntut untuk mencintai balik. Rumit bukan? Sesekali kau akan saling menarik ulur manakala kau mencintai dan dicintai. Perkaranya mudah saja jika kemudian tidak ada cinta. Lepaskan, tinggalkan, ikhlaskan. Tetapi semuanya menjadi sulit ketika salah satu diantaranya entah dicintai atau mencintai, karena artinya salah satu diantaranya akan siap sewaktu-waktu untuk terluka atau dilukai.
Sekarang katakan, manusia mana yang rela pukul sebelas malam, nyaris hampir tengah malam melajukan sepedanya memasuki area kampus kemudian duduk termangu di situ lalu menunggu. Katakan, manusia mana yang rela pukul empat pagi bahkan jauh sebelum adzan subuh dikumandangkan berlari-lari terengah bergegas bersiap mengambil air wudhu lalu menunggu. Katakan, manusia mana yang rela dari pagi hingga pagi berikutnya sampai pagi berikutnya lagi berganti hari menetap di kampus tidak kembali ke rumah, ia menunggu. Katakan, manusia mana? Menunggu untuk siapa?
Tidak jika bukan karena cinta. Tidak jika ia tidak mencintai apa yang dikerjakannya. Menunggu. Siapa? Orang terkasihkah? Bisa jadi. Tapi tidak selalu dan belum pasti. Menunggu apakah? Menunggu momentum. Menunggu kesempatan. Menunggu pekerjaan yang amat ia nantikan yang ia cintai. Menunggu rapat dimulai, menunggu keberangkatan seminar dan musywil, menunggu mendengarkan suara-suara yang merintih meminta untuk diadvokasikan. Ceritakan padaku, lantas apa kalau bukan cinta? Sebab cinta akan menuntut segalanya darimu, peluh, tenaga, hingga tidurmu, ia minta ia sita.
Dengan atas dasar apa cinta itu ditumbuhkan? Visi. Ia yang menjadi mata memandang ke depan yang menghidupkan cinta dengan gairahnya. Visi yang menegakkan ketika cinta sekali lagi dikecewakan, ia yang menjadi pikir logis menyadarkan kembali bahwa tidak ada kata menyerah dalam mencintai. Visi yang membuat langkah-langkah mimpi itu terlihat nyata, jelas di depan mata. Maka aku belajar, menggenggam erat visi itu dan mengekspresikannya dengan kerja yang kusebut cinta.
Sebab sekali lagi, mencintai tidak pernah mudah, meski tidak selalu rumit. Cinta akan menuntut banyak dari diriku. Ia akan meminta ragaku, jiwaku, pikirku, bahkan hingga lelah dan tidurku ia sita. Cinta mengajariku bertanggungjawab. Lalu sesekali ia menyuapiku dengan kegembiraan, kesenangan, dan napas lega.
Dibuat sebagai pelengkap tugas Latihan Kepemimpinan Tahap 3
Diadaptasi dari: Jalan Cinta Para Pejuang, Salim A Fillah
Irfani Aura Salsabila
Staff Advokasi BEM KMFA UGM
Kabinet Antusias Berkarya
Kabinet Antusias Berkar
Comments
Post a Comment