Entahlah, sedang ingin narsis :p
Btw, itu foto andalan co-card loh ehehehe. Dan well, kayaknya semua gaya foto saya sama deh -__-
Yah sudah lah, apa boleh buat?
Basicly , saya suka, ralat, sangat suka dengan angka tujuh. Entah kenapa. Suka saja. Seperti kalau kamu ditanya kenapa cinta Indonesia, well , bukankah terkadang mencintai tidak butuh alasan? Yaudah, suka aja itu. 70 tahun Indonesia, dan saya menjadi bagian dari mayarakat yang besar ini, maksudnya menjadi mahasiswa, salah satu bagian penggerak alias motor dari sebuah bangsa . Kalau orang lain membuat pengharapan, membuat kritikan lalu menjawabnya, atau mungkin merasa biasa saja, saya mau membahas logonya saja. Duh, substantif banget sih yang dibahas . Mungkin kelihatan nggak penting, tapi ada industri besar yang bergerak dibaliknya yang menjadi penting buat saya. Banyaknya kritikan pedas buat logo dirgahayu Indonesia yang ke 70 ini tidak menyurutkan saya untuk mengapresiasi logo tersebut. Hey, logonya simple dan mudah diingat. Lebih baik dari yang sebelumnya menurut saya. Meskipun untuk kreatifitasnya, saya tidak bisa yakin bahwa itu 90% orisinil. Maksud saya, coba ingat lo...
Doc. Pribadi Btw pewean adalah tempat hangout anak-anak hitz Padma pada zamannya. Dan berhubung saya bukan anak hitz jarang sekali saya bisa merasakan pewenya pewean. Hehe. Makanya senang aja gitu bisa merasakan pewenya pewean. Sesekali. Tempatnya sejuk, silir banget. So windy . Apalagi kalau menikmatinya bersama orang tersayang. Eak. Orang tersayang apa orang-orang tersayang? Kalau buat saya mah people always means people yang berarti jamak. Jadi, sans aja. Orang tersayang juga palingan itu-itu aja kok. Don't worry be happy, gaess . Anyway , soal foto di pewean ini, kenapa yang paling absurd yang diambil? (yang absurd cuma di saya nya aja sih.) Nggak ada alasan khusus juga sih. Jadi nggak perlu dijelasin. Tapi kalau kamu bertanya kenapa tiba-tiba posting ini? Karena... ingin. Ingin bertemu kamu. Eak. Aduh kenapa sih ini makin ngelindur. Ah iya. Soalnya lagi demam, Nggak enak badan. Sampai nggak enak hati juga. Ladalah. Mungkin nggak enak pikiran juga akhirnya yan...
Taken from here Tadi malam aku memimpikan wajahmu. Memimpikan kamu tersedu mencoba menerima kepergian ayahmu. Kamu sangat tegar. Kamu luar biasa. Begitu nyata, sampai kala terbangun aku bertanya, bagaimana kabarmu hari ini? Lama sudah kita tidak bertukar kabar. Apakah mimpi ini sebuah pertanda? Haruskah aku menyambangi pondok perimu itu sekali lagi? Atau mungkin lebih dari sekali? Perlukah kubawakan bunga dan selai untuk kita santap bersama? Tadi malam aku memimpikan wajahmu. Kamu sedih. Kamu lelah. Berpeluh sedang mengambil kerja sambilan. Tapi kamu tidak sedang bekerja sambilan kan? Kamu hanya tersenyum. Lalu seperti dulu kamu berkisah. Kisahmu selalu membuatku tertawa. Selalu? Bahkan kamu baru pernah berkisah sekali. Dua kali jika kisahmu yang ini dihitung. Belum selama itu ternyata. Tapi kamu berhasil membuatku tertawa. Lalu tidak jauh dari situ kita bersama bermain-main musik dengan anak-anak yang mulanya bahkan angkuh tidak mengindahkan kedatangan kita. Begitu nyata,...
Comments
Post a Comment