Jeda

Kenapa tulisanmu renggang?
Karena aku butuh ruang. Aku butuh jeda. Selalu. Itu penyebab mengapa aku selalu cepat memberi tanda titik dan koma. Lebih karena aku membutuhkan jeda. Seperi sebuah kalimat, ia hanya akan menimbulkan makna hanya jika ia berjeda antar kata.

Hari- hari ini juga mungkin aku hanya membutuhkan jeda. Hubungan kita juga, mungkin membutuhkan jeda. Agar kamu bisa bernapas dan berpikir sejenak. Mungkin terlalu melelahkan apabila bersama. Mungkin terlalu membosankan apabila dengan saya.

The way I shut people out of my life.
"Baik-baik saja, kan?" Tanya-nya suatu siang.
Aku? Aku hendak menjawab panjang kali lebar betapa aku tidak baik-baik saja. Tapi berakhir dengan menghapus semua kalimat huruf yang sudah kuketik dan menggantinya dengan susunan huruf-huruf yang baru. Tebak apa bacanya?

"Im totally fineee! :)" 

See?
You won't be able to see it through the statement. Kalimat itu terlalu normal dan baik-baik saja untuk membuat siapa saja sadar bahwa aku tidak baik-baik saja. Aku ingin kamu tahu. Dan aku sangat senang kamu bertanya. Tapi aku tidak yakin kamu mau tahu. Aku tidak yakin kamu betul-betul peduli. Aku rasa, kamu lebih baik tidak tahu seburuk apa keadaanku sekarang. Toh. Aku yakin bagimu ini bukan masalah besar. Dan aku pun sama yakinnya. Ini cuma sementara saja. Aku... cuma butuh jeda. 

Ya?
Terimakasih sudah mau bertanya.
Terimakasih sudah mau membaca.
Keadaanku memang tidak baik-baik saja. Aku kalut dan kacau. Meski kamu tidak akan kuberitahu. Meski aku tidak akan menunjukkannya. Meski aku berpura-pura baik-baik saja. Aku juga sedang berusaha. Agar kepura-puraannku ini tidak hanya sekadar pura-pura. 

----

Kalau. Kamu masih sanggup membaca dan betulan penasaran dengan segala kekhawatiran yang menghantuiku akhir-akhir ini, kamu bisa membaca beberapa paragraf di bawah. Adalah paragraf-paragraf yang kudedikasikan sebagai penghormatan atas pikiranku yang terus berputar dan self respect ku pada jutaan insecurity ku.

Aku tahu apa-apa saja yang seharusnya kuselesaikan detik ini. Tapi tidak juga beranjak kukerjakan. Aku terlalu payah dan lambat. Lemah. Hei kamu. Bisa tidak sebentar saja? Sedikit saja peduli dan gantian bertanya padaku? Aku tidak bisa melakukan banyak hal dengan benar. Data-data yang seharusnya bukan milikku juga aku tidak bisa kerjakan. Katakan aku bisa apa?

Tidak ada yang benar. Aku tidak bisa mengerjakannya sesuai ekspektasi siapapun termasuk ekspektasiku sendiri. Seharusnya mungkin memang jangan berekspektasi. Tapi apalah aku yang cuma manusia kerdil ini. 

Aku ingin diberitahu bahwa semuanya akan baik-baik saja. Karena dari sudut pandangku, tidak akan ada yang membaik dengan ini. Aku tidak cukup cerdas. Tidak cukup tangguh. Tidak cukup lihai. Bahkan aku tidak cukup licik! Bahkan utnuk meminta pada Tuhan saja sepertinya akunya saja terlampau hina.

Iya..

Katakan aku alay,
lebay,
berlebihan.

Katakan saja!
Itu jauh lebih baik daripada kamu pura-pura. Katakan. Dengan lantang dan jujur kalau aku ini menjijikkan. Katakan dengan lantang! Aku ingin dengar tanpa kepura-puraan. Tolong lah. Kalau memang tidak suka, kalau memang muak, kalau memang marah, tolong katakan saja. Tidak bisa kah?
Agar aku bisa mendengarnya langsung dari telingaku, bukan suara-suara bisikan yang hanya ada di pikiranku. Abstrak dan berisik.


Aku lelah bergelut dengan sunyi.
Tidak bisakah katakan saja? Dengan jelas.
Aku lelah bergelut dan bersuara sendirian di raung hampa suara. Katakan sesuatu. Tolong.
Hentikan sunyi tak berujung ini.


Baik. Kalau kamu tidak mau. Kalau kamu keberatan, kalau kamu inginkan jeda, aku juga. Beda jedamu dengan jedaku. Beda. Tolonglah. 


Comments

Popular posts from this blog

70 Tahun

Pewean

Apakah kamu baik-baik saja?