Posts

Showing posts from 2019

Sedikit saja

Boleh tidak, aku mencintaimu sedikit saja? Aku takut terlalu banyak. Tidak baik buatku. Tidak baik buatmu. Aku takut. Boleh tidak? Sedikit saja. --- Ingin apa kamu setelah ini? Ingin melakukan apa saja asal bukan ini. Ingin menyelokan diri dan bergulat dengan postulat dan infografis yang bermanfaat. -- Ingin apa kamu setelah ini. Ingin bersamamu saja boleh tidak? - Aku takut nantinya kau tolak dan kau hempaskan. Jatuh cinta sendirian itu melelahkan. Susah senang ditanggung sendirian. Nanti saja kalu sudah agak tenang. Akan kuceritakan detailnya. -- Tapi.. aku mana tahu sulitnya mencintai dalam diam. Aku mana tahu. Yang kutahu, aku butuh kepastian. Aku tahu. Rupanya. Sulit. --- Akhir episode Apa kukata. Mana tahu sebenarnya ini demi baikku juga. Tapi, sudah kuduga segalanya cuma sementara, Rasa berbunga-bunga itu juga cuma ujian yang sementara. Sekali lagi hampir usai dan kandas di tengah perjalanan. Kamu payah. Menjaga hati. Bagaimana lah mau menjaga lain-lainnya...

Cacian Untuk Diriku Sendiri

Mau sampai kapan sih ngelakuin hal yang sia-sia. Nggak ada gunanaya tahu nggak sih fan. Mau sampai kapan ngelakuin hal yang sia-sia. Nothing comes out as you want. Dasar nggak guna. Sok-sokan berbuat baik. Sok-sokan nyemangatin orang. Well, seseorang itu ngelakuin sesuai apa yang dia ingin dapatkan. Jadi kalau gw nyemangatin orang. Lu tahu kan kira-kira apa yang gw inginkan? Gw capek pura-pura bahagia. Capek pura-pura kalau semuanya baik-baik saja. Tapi gw harus, karena cuma gw yang bisa. Cuma gw yang butuh. Cuma gw yang dirugikan kalau terjadi kekeruhan suasana. Semuanya juga bisa kerja sendiri. Tapi enggak dengan gw. Gw butuh orang lain. Mungkin karena terlalu ekstrovert Terlalu manja. Gw ga bisa. Hidup sendiri. Pengecut. Tapi gw harus pura-pura. Capek keles. Percuma minta pertolongan ke manusia, Fan. Lu cuma punya Tuhan. Katanya sih Tuhan sayang, tapi kalau gw sendiri aja ragu, apa mungkin masih pantas disayang Tuhan? Omong kosong lu fan. Udah te...

Jeda

Kenapa tulisanmu renggang? Karena aku butuh ruang. Aku butuh jeda. Selalu. Itu penyebab mengapa aku selalu cepat memberi tanda titik dan koma. Lebih karena aku membutuhkan jeda. Seperi sebuah kalimat, ia hanya akan menimbulkan makna hanya jika ia berjeda antar kata. Hari- hari ini juga mungkin aku hanya membutuhkan jeda. Hubungan kita juga, mungkin membutuhkan jeda. Agar kamu bisa bernapas dan berpikir sejenak. Mungkin terlalu melelahkan apabila bersama. Mungkin terlalu membosankan apabila dengan saya. The way I shut people out of my life . "Baik-baik saja, kan?" Tanya-nya suatu siang. Aku? Aku hendak menjawab panjang kali lebar betapa aku tidak baik-baik saja. Tapi berakhir dengan menghapus semua kalimat huruf yang sudah kuketik dan menggantinya dengan susunan huruf-huruf yang baru. Tebak apa bacanya? "Im totally fineee! :)"  See? You won't be able to see it through the statement. Kalimat itu terlalu normal dan baik-baik saja untuk membua...

Sepotong Hati yang Baru

Image
Ini penghujung tahun. Tapi masih juga belum bisa memaafkan ikhlas hati ini. Ibarat kata larutan, belum juga ia netral, pH nya masih saja asam. Sampai bila akan selalu masam? Sampai bila terus mendendam? Sampai bila terbakar kali tiada ikhlas? Sulit betul memaafkan. Sulit betul untuk ikhlas. Allahu rabbi. Sampai bila, ya Rabbi? Sekali-kali ia terbang, menukik melukis senyum. Lantas ia dihempaskan jatuh menyisakan lengkungan kurva tertutup bentuk parabola. Bilamana bisa meminta biar saja ia terbang datar seperti biasanya. Agar tidak ada rasa-rasa yang meletup-letup yang congkak kali menganggap dirinya menghias jalan memberikan dinamika. Katanya, itu pertanda bahwa hatimu belum mati. Katanya itu pertanda bahwa kamu masih punya hati. Apa aku harus meminta agar tak punya hati saja agar tidak perlu merasakan dinamika itu? Katanya lagi, bangsa ini hanya siap dipimpin oleh orang-orang yang sudah selesai dengan urusan pribadinya. Dengan tulisanku yang demikian, jelaslah sudah...
"I need you to see that you are the reason" "Se-sayang itu Bapak sama kita." Nampaknya, sayang itu memang sebuah kata kerja. Aktifa. Ia menuntut banyak. Banyak sekali kerja nyata dan pengorbanan dari sang pemilik rasa. Andaikata sayang itu sesederhana itu. Barangkali aselinya memang sesederhana itu. Hanya kami yang melihatnya terlalu rumit. Rasanya sudah banyak sekali yang harus direlakan dan diikhlaskan hanya untuk mengambil jalan berliku ini. Apakah seberharga itu? Entah. Itu pilihan pribadi sayangnya. Menyisakan segala risiko dan konsekuensi yang harus ditanggung. Sendirian juga. Sendirian lagi. Rasanya menyedihkan. Jatuh cinta sendirian. Tidak berbalas. Tidak juga penolakan. Menggantung di angan. --- Rasanya menyedihkan jatuh cinta sendirian dan tersesat dalam rasa sendirian