I love my self?
Menjadi umat beragama sekaligus kaum mayoritas itu gampang-gampang susah. Susah-susah gampang. Apalagi dengan isu akhir-akhir ini yang amat ramai, sengit diperbincangkan. Meski mungkin jauh lebih tepat istilah diperdebatkan.
Semakin kemari, semakin elok saja perbincangannya. Semakin hilang fokus akan akar masalah awal mengapa isu perdebatan ini muncul. Kaburlah ia menjadi asa yang akhirnya hanya membutakan, membuat bingung, hilang arah orang-orang yang memperdebatkannya.
Lebih-lebihnya lagi, semakin kemari, kasihan betul adik-adik saya, teman-teman saya, rekan, sahabat saya, yang nyatanya makin takut untuk mengakui agamanya. Makin enggan berbangga atas agamanya. Memilih melipat rapi lalu menyimpannya dalam saku, atau parahnya membuangnya jauh-jauh dan berpura-pura tidak mengenalnya, atau mungkin jauh lebih mengerikan lagi, ia membuangnya ke depan muka lalu mencacinya dan meludahinya.
Takut disangka tidak bertoleransi, takut dikira teroris, takut dicap tidak cinta damai.
Well, apa dengan bangga pada apa yang kita punyai kemudian membuat kita menjadi intolerant? Apa dengan mencintai apa adanya kita membuat kita menjadi teroris? Apakah juga dengan mensyukuri yang ada pada diri kita membuat kita menjadi benci kedamaian?
Tidak juga. Bahkan tidak sama sekali.
Once they said to me to love my self. I'm a moslem.
So then I love my self, as I love Islam. Because Islam is my way of life.
Menjadi toleran tidak berarti menjadi sama. Toleran harusnya berarti menghargai beda. Jadi, toleran sama sekali tidak pernah bertabrakan dengan prinsip hidup muslim. Begitu juga kedamaian, dan kemanusiaan.
Buat saya, tidak masalah berita sumbang tentang apa yang saya pegang teguh ini. Karena yang saya tahu, Islam yang saya kenal tidak pernah bertentangan dengan nilai-nilai kebaikan. Jadi hendak ditabrakkan dengan ideologi kebaikan manapun saya tidak pernah menyangsikan bahwa Islam tidak pernah bertentangan dengan nilai-nilai kebaikan. Karena nilai-nilai kebaikan itu adalah nilai- nilai Islam.
Jadi mengenai isu apapun yang bertebaran di luar sana, saya yakin bahwa apa yang saya pegang teguh, Al-QurĂ¡n dan Sunnah Rasul tidak pernah dan tidak akan pernah bertentangan dengan nilai-nilai kebaikan di luar sana.
Bisa jadi betul bahwa cinta itu soal pengecualian. An Exception. As if all the world saying bad things about my religion except I. But even if it is an exception it doesn't mean that I blind, we blind of what the meaning of justice. Kalau memang ada oknum yang salah, terbukti salah, ya ikhlas aja ndadani kalau memang salah. Toh ya mereka juga masih sama manusianya dengan saya, dengan kita, dengan mereka. Kalau kita bisa bertoleransi, menolerir salah dan beda dari yang beda dengan kita, kenapa kita tidak bisa berlaku hal yang sama bahkan pada saudara kita sendiri? Kalau kita bisa memaafkan orang lain, kenapa kita nggak bisa memaafkan saudara kita sendiri?
Mereka juga manusia. Berhak dimanusiakan sama seperti manusia-manusia lainnya.Tapi kalau memang nggak salah, kenapa harus disalah-salahkan? Kan lucu.
Intinya mah, beragama kan bebas. Bebas juga kalau kamu mau mengakui agamamu. Kenapa harus malu, kenapa harus dilipat, dibuang, disembunyikan? Agamamu nggak salah. Kamu yang salah kalau kamu nggak bangga dengan apa yang kamu punya.
'Don't tell them that you are a moslem, they won't listen. Show them that you are moslem.'
Comments
Post a Comment