Kenapa Farmasi?
![]() |
Doc. Google |
"Fan, apa alasan lo milih farmasi?"
Mau tahu aja, apa mau tahu banget?
"Seriusan, apa alasan lo milih farmasi? Secara gue denger lo suka dan jago gambar"
Ralat. Saya memang suka gambar, tapi enggak jago juga, kok.
Saya harap saya bisa menjawab dengan mantap, karena saya pingin. Tetapi kenyataannya tidak demikian, saudara-saudara. Ceritanya cukup panjang dan kalau boleh jujur, terdapat unsur rasisme di dalamnya. Rasis apa? Rasis terhadap golongan profesi dokter.
Dilatarbelakangi oleh kebencian saya dengan profesi dokter yang muncul sebab pelayanan dokter yang saya terima sejak dulu kala selalu berhasil menyakiti hati saya. Didukung dengan beberapa faktor yang saya sebut qadarullah, di sini lah saya.
Menyesal? Tidak. Saya bersyukur. Saya mah bahagia-bahagia saja. Di sini saya mendapatkan lingkungan dengan kultur belajar, beribadah, dan berpendapat yang sangat masyaaAllah. Dengan hal tersebut, apa masih pantas saya menyesal? Kangen rumah mah biasa. Kangen rumah juga biasa. Kangen kamu, euleuh ini teh naon? Kangen kalian, dan suasana dahulu kala juga biasa. Namanya juga adaptasi, pasti melalui proses yang tetunya juga tidak pendek dan tidak sebentar.
Tapi, ya itu. Proses.
Sebenarnya setiap kali ada yang mengutarakan rasa rindunya, saya antara senang dan sedih. Antara terharu dan skeptis. Senang karena hal itu berarti dulu saya berhasil menjadi teman yang baik yang bisa dirindukan. Sedih karena, saya tahu ini hanya karena kita belum adaptasi saja. Terharu karena itu berarti saya dianggap ada dalam kisah hidup banyak orang, tapi skeptis karena saya tahu itu hanya perasaan sesaat.
Kangen mah kangen saja. Apalah artinya kangen kalau hanya kangen saja? Saya tidak mengapa kalaupun toh tidak ada yang merindukan saya, Asal tidak serta merta setelahnya mereka melupakan saya seolah-olah tidak pernah kenal. Pun saya lebih suka orang jujur dengan saya dari pada berpura-pura kangen tapi setelah itu dibuanglah saya ini. Jadi saya pikir, yang sewajarnya saja, lah. Toh dahulu juga saya dibilang alay dan lebay karena diri saya yang terlampau emosional ini. Jadi, apa salahnya kalau sekarang saya berusaha menjadi skeptis seperti bagaimana dulu orang-orang men-judge saya?
Skeptis amat, fan.
Bukan bagaimana, hanya saja, hal itu muncul karena saya percaya kalau kamu, kalian, pasti akan berhasil beradaptasi di lingkungan seburuk apapun. Kamu, kalian itu orang hebat. Adaptasi doang mah kecil bagi kalian. Makanya saya mengkondisikan hati saya supaya tidak berharap. Tidak berharap kalau saya adalah salah satu dari anggota keluarga terbaik di kehidupan kamu, kalian. Karena saya yakin, nun jauh di sana kalian akan menemukan banyak keluarga baru yang mungkin akan jauh lebih baik dari keluarga kita dahulu. Karena saya percaya.
Saya mendapat banyak pelajaran di Farmasi. Dan saya meyakinkan diri saya bahwa inilah jalan terbaik yang Allah tunjukkan pada saya. Bahwa paracetamol dan amoxicillin tidak selalu baik bagi proses medikasi, pun bahwa apa yang kita benci belum tentu buruk bagi kita dan apa yang kita cintai tidak selalu baik bagi diri kita.
Anyway apapun itu sekarang saya di sini dan siap untuk menjadi rekan kerja interprofesi profesi dokter! Know what? I'll be a great pharmacist 'til the end!
Comments
Post a Comment