Sepotong Hati yang Baru
Ini penghujung tahun. Tapi masih juga belum bisa memaafkan ikhlas hati ini. Ibarat kata larutan, belum juga ia netral, pH nya masih saja asam. Sampai bila akan selalu masam? Sampai bila terus mendendam? Sampai bila terbakar kali tiada ikhlas? Sulit betul memaafkan. Sulit betul untuk ikhlas. Allahu rabbi. Sampai bila, ya Rabbi? Sekali-kali ia terbang, menukik melukis senyum. Lantas ia dihempaskan jatuh menyisakan lengkungan kurva tertutup bentuk parabola. Bilamana bisa meminta biar saja ia terbang datar seperti biasanya. Agar tidak ada rasa-rasa yang meletup-letup yang congkak kali menganggap dirinya menghias jalan memberikan dinamika. Katanya, itu pertanda bahwa hatimu belum mati. Katanya itu pertanda bahwa kamu masih punya hati. Apa aku harus meminta agar tak punya hati saja agar tidak perlu merasakan dinamika itu? Katanya lagi, bangsa ini hanya siap dipimpin oleh orang-orang yang sudah selesai dengan urusan pribadinya. Dengan tulisanku yang demikian, jelaslah sudah...